Rabu, 29 April 2009

HIDUP DAN MATI ADALAH DUA SISI YANG BERBEDA
BUAT : Seseorang Yang Aku Sayangi

Hidup dan mati walaupun hakikatnya satu. Satu sisi kita menyebutnya hidup di sisi yang lain kita menyebutnya mati. Kita disebut hidup apa bila masih bernafas, dan disebut mati apabila sudah tidak bernafas.

Nafas berasal dari bahasa arab yang artinya jiwa. Sebenarnya sangatlah beda antara nafas dengan jiwa, tapi apa daya kita memang lebih senang dengan kemudahan dalam membuat bahasanya yang penting enak di dengar (gaya bahasa adaptasi). Dalam Nafs itu sendiri banyak sekali tingkatannya, Syech Abdul Jalil yang populer disebut Syech Siti Jenar membahasakannya ada beberapa tingkatan, diantaranya Nafs Alkhaiwaniyah, Nafs Allawamah, Nafs Muthmainah s/d insan kamil.

Dalam metamorphosis kehidupan, masing-masing mahluk punya gaya sendiri-sendiri, suka atau tidak suka begitulah caranya, contohnya : Kupu-kupu berawal dari ulat, kemudian jadi kepompong, dan setelah sekian lama di kepompong dengan kekuatan mistis, terlepas jadilah kupu-kupu, hal senada yang dialami oleh katak.

Manusia lahirnya tidak sama dengan katak ataupun kupu-kupu, walaupun dia seorang "kupu-kupu malam", tentu dia bukan berawal dari ulat, tetap asalnya dari sperma plus ovum.

Jalan hidup dan kehidupan mahluk Tuhan, akan diawali dari yang ada menjadi tiada (ada juga yang menyebut dari yang tiada menjadi ada, tapi ini tidak dibahas karena dari dulu gak ada habisnya). Setelah kita terlahir, tumbuh, hidup dan berkembang kemudian kita mati. Banyak manusia hidup dan takut mati, seolah kematian adalah akhir segalanya. Akhir kehidupan ini. Apakah benar demikian? Belum ada khabar yang menjelaskan tentang kehidupan setelah kematian, kalaupun ada di sinetron tentang orang yang sudah mati kemudian hidup, mereka menjelaskan tentang peristiwa ghaib, tapi sulit dicerna oleh akal - kita yang menyatakan itu mistis, atau kismis (kisah misteri), dengan kalimat kismis ini maka berakhirlah tanda tanya tentang ghaib itu, layaknya terkubur dan ditelan bumi.

Dalam pengembaraan saya menapak kehidupan, terpengaruh dengan ajaran agama saya, yang menyatakan bahwa setelah kematian masih ada kehidupan berikutnya, dalam istilah disebutkan ada alam kubur/alam barzah dan juga alam akhirat, dengan prosesi-prosesi seperti timbangan amal (mizan?), dan seterusnya sehingga sampailah kita pada apa yang disebut surga - neraka.

Perjalanan hidup kita di dunia hanyalah sebentar, masih ada alam ke abadian. Tapi akankah kita mencapai alam abadi nan kekal? Dunia ini fana yang akan luluh lantak pada akhir zaman, para rasul menyebutnya kiamat.
Akankah kita mencapai keabadian yang dinanti? Adakah jaminan surga itu abadi? yang abadi itu hanya Tuhan, maka ke Tuhan jua kita kembali.
Ina Lillahi Wa Ina Ilaihi Rajiun.

Sayang ... Aku mati secara ragawi dan tidak secara jiwanya, karena ruhku yang tercipta dari Minruhi kembali ke Sang Pencipta. Yang tercipta dari saripati bumi kembali terkubur di bumi, yang tercipta dari particalnya Tuhan kembali ke Sang Pencipta.
Karena aku mati sayang , aku tidak bisa lagi bicara tentang kematian dan alam akhirat.
Itu sudah urusan Tuhan.
Aku tidak bisa bercerita lagi sayang......

K E M A T I A N


M A T I

Tidak sedikit yang menangisi jasad yang telah mati , akan tetapi tidak menangisi hati yang mati, padahal sesungguhnya matinya hati lebih menyedihkan daripada matinya jasad. Perlu senantiasa kita menengok diri … apakah hati kita masih hidup….. berpenyakit…… atau…. Sudah mati …!

Bila penyakit fisik datang kita segera mencari obat ke manapun. Akan tetapi tidak peduli terhadap hati kita yang sakit.
Menyebarnya penyakit jasad membikin kita ketakutan, melakukan segala usaha pencegahan, sangat berhati-hati menghadapinya, mengeluarkan segala upaya dan harta untuk mencegahnya.

Akan tetapi tidak demikian kesiapsiagaan untuk menghadapi penyakit hati ! Bahkan kepada orang-orang yang berusaha mencegah menyebarnya penyakit hati, dianggap sebagai kelompok terbelakang, primitif dan tidak mengikuti trend.

Sesungguhnya penyakit fisik hanya memberikan efek kepada orang itu saja, atau jika menular ia tidak akan menular kecuali kepada segelintir orang saja.
Sementara penyakit hati menyebar kepada seluruh umat, menyebabkan akibat yang penghujungnya sangat buruk.

Ketaatan kepada Allah Ta’ala merupakan satu kesembuhan untuk menjaga kelangsungan hidupnya hati kita. Ia sama seperti keharusan tersedianya makanan dan minuman untuk menjaga kelangsungan hidup tubuh kita.

Dan maksiat adalah makanan beracun yang dapat merusak hati. Ia bagaikan makanan busuk yang merusak tubuh bahkan bisa membunuhnya !
Kita selalu berusaha menjaga kehidupan dengan memenuhi keperluan fisik dengan makan secara teratur, maka jika suatu saat kita memasukan makanan yang mengandung racun atau makanan basi ke dalam tubuh hal itu dapat memberi sakit bahkan membunuh kita.

Sesungguhnya kehidupan hati kita memerlukan perhatian lebih dari hal di atas. Jika kita melakukan satu dosa selayaknya kita segera mensterilkan hati dari dosa ini dengan bertaubat dan menyesal.

Sebagaimana kita memberi perhatian terhadap penyembuhan dan pengobatan penyakit fisik, hendaklah kita turut memperhatikan hati dalam kadar yang sama.
Jika kita meninggal dunia karena penyakit fisik yang dihadapi dengan sabar dan selalu berharap kepada Allah Ta’ala, insya Allah balasannya adalah Syurga.
Akan tetapi jika kita meninggal dalam keadaan hati sakit yang belum pernah diobati dengan taubat, penyesalan dan kemauan kuat untuk meninggalkan kemaksiatan, sesungguhnya hati kita telah mati sebelum jasad mati. Naudzubillah….

“Terbujurnya jasad kita ….
Mengharap setetes rahmat dari Tuhan….
Insyaallah Tuhan mengampuni dosa-dosa kita.

Mengapa jika kita merasakan sedikit rasa sesak di dada atau sedikit sakit di jantung, segera merasa kebingungan dan segera mencari obatnya. Sementara jika hati yang terluka oleh perbuatan maksiat, tak segera berobat dengan taubat dan penyesalan

Kehidupan kita yang terbebas dari segala penyakit fisik menghantarkan kita untuk menikmati hidup yang aman dari segala penyakit, maka sesungguhnya kesehatan hati akan menghantarkan diri menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan kebahagiaan tak terbatas di akhirat.

Dalam Firmanya :
“( yaitu ) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” ( Al-Qur’an Al-Karim, Surah As-Syu’ra, ayat 88-89)

Sungguh kita tidak akan selamat pada Hari Kiamat kecuali menghadap Allah dengan hati yang bersih. Insyaallah

Senin, 27 April 2009

M A Y A T

KESOMBONGAN KITA

Manusia yang sering mengaku mempunyai kelebihan dan bersikap sangat congkak di permukaan bumi, sesungguhnya tiada menyadari dirinya. Coba kita perhatikan mayat yang terbujur kaku, itulah manusia. Yang mengaku punya itu punya ini dan merasa memiliki pelbagai kepandaian, merasa mempunyai banyak kelebihan.

Kalau kita amati dan mau memikirnya keadaan mayat. Bukankah mayat itu masih memiliki anggota tubuh yang lengkap, memiliki mata, telinga, hidung, kaki , tangan dan semua perlengkapan tubuh. Adsakah kaki mayat itu mempunyai kekuatan untuk melangkah ?
Dan masih memiliki mata, tetapi mata itu sekarang tidak lagi bisa melihat. Dia mempunyai telinga tapi tidak bisa mendengar, mempunyai alat tubuh tapi tidak lagi berfungsi . Itulah manusia yang lemah dan tak berdaya apa-apa, sekarang terbujur kaku dan membisu. Subhanalloh

Coba kita renungkan tentang diri kita lebih jauh dan jujur . Adakah kita memiliki daya upaya jika bukan dengan daya upaya Allah Ta’ala jua adanya. Bagaimana ketika Adam dijadikan lengkap dengan segala peralatan tubuh tapi tidak memiliki gerak apapun. Setelah diberi roh barulah Adam bergerak menunjukkan suatu reaksi kehidupan. Mempunyai mata dan dapat melihat serta semua organ tubuh bergerak menurut fungsinya masing-masing dan sejak itu sempurnalah Adam sebagai manusia yang bernapas dn hidup. Subhanalloh

Masihkah kita sombong dengan segala apa yang ada pada diri kita …??? Mari kita renungkan sama-sama.

Minggu, 26 April 2009

TOBAT ANGGOTA BATHIN

TOBAT

Tobat dalam anggota bathin adalah membersihakan anggota bathin dari perbuatan-perbuatan dosa. Dalam hal ini ada 7 anggota bathin yang perlu dibersihakan. Antara lain :

1. Latifatul Qalby
Yaitu berhubungan dengan jasmani . Letaknya dua Jari di bawah susu kiri. Disini terletak sifat-sifat kumusyrikan, kekafiran, ketakhayulan dan sifat-sifat iblis. Untuk membersihkan , kita harus melakukan tobat terhadap LATIFATUL QALBY untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut agar hari kita jadi suci bersih dan terbebas dari kotoran-kotoran yang melekat dan menodai hati kita, sehingga sukar untuk melakukan hubungan dengan Tuhan , sebab Zat Tuhan adalah zat yang Mahasuci.

2. Latifatul Roh
Yaitu yang berhubungan dengan jasmani, letaknya di bawah susu kanan . Disini terletak sifat Bahimiyah ( Binatang jinak ), di antaranya sifat menurutkan hawa nafsu. Terhadap sifat ini kita harus waspada pada diri sendiri, jangan mudah menurutkan bisikan hawa nafsu dan jangan menuruti setiap ajakannya dan kita tidak boleh tunduk pada kekuasaannya.

3. Latifatu Sirri
Letaknya 2 jari di atas susu kiri. Disinilah latak sifat syabiyah ( binatang buas ) yaitu sifat dalim atau aniaya, pemarah dan pendendam. Dalam Latifah ini terdapat segala bentuk kejahatan yang berupa sifat dalim, pemarah dan pendendam.

4. Latifatul Khafi
Letaknya dua jari diatas susu kanan dikendarai oleh limpah jasmani. Terdapat sifat-sifat pendengki, khianat dan sifat syaitaniyah. Sifat ini membawa celaka baik didunia dan di akhirat. Jika manusia mempunyai sifat ini akan merusak ketentraman baik dirinya sendiri juga orang lain dan akan berkembang biak segala macam bibit-bibit kebencian, permusuhan . Karena letaknya di dalam hati seseorang

5. Latifatul Akhfa
Letaknya ditengah dada . Berhubungan dengan empedu jasmani. Terdapat sifat – sifat Rabbaniyah yaitu sifat-sifat ria, takabur/sombong, ujub / membanggakan diri.
Pengaruh negatifnya sangat besar yaitu mengakibatkan kerusakan amal ibadah kita.

6. Latifatu Nafsun Natiq
Letaknya di antara dua kening. Terdapat nafsu Amarah yaitu nafsu yang selalu mendorong seseorang kepada perbuatan jahat dan permusuhan serta prpecahan dalam masyarakat kebanyakan hal ini sering ditemui dalam kalangan kehidupan masyarakat

7. Latifah Kullu Jasad
Yaitu yang mengendarai seluruh tubuh jasmani. Terdapat sifat jahil dan lalai. Keduanya memegang peranan penting bagi kebaikan manusia. Sifat jahil akan membawa ruang gerak yang sempit sekali bagi seseorang. Langkah untuk maju tidak akan tercapai dengan baik karena orang itu selalu dibayangi keraguan dan juga ketidakpastian karena bodoh terhadap apa yang akan dikerjakan, lebih-lebih terhadap permasalahan beribadat.

Jadi untuk melakukan tobat tersebut diatas diusahakan membaca istighfar sedikitnya 1100 tiap hari.

Kamis, 23 April 2009

TERTIPU DALAM IBADAT

AHLI IBADAT YANG TERTIPU

Para ahli ibadat mengerjakan perintah Allah yang berhubungan dengan amalan peribadatan, seperti shalat, puasa, haji dan lain-lainnya. Mereka ada yang tertipu. Mereka keadaannya bermacam-macam yaitu :

Golongan Pertama :
Ada segolongan orang yang beribadat sangat dalam dan mempersukar dirinya sendiri tentang amalannya, sehingga melampaui batas dan berlebih-lebihan.
Misalnya tentang wudlu’
Mereka terkena waswas saat melakuakan wudlu, ia menyangat-nyangatkan amalannya seperti diwaktu berkumur sampai berulang kali, membersihkan kaki sampai hampir berdarah kulitnya, menggosok keras-keras kulit muka dan lain-lainnya. Mereka agaknya belum mendengar apa yang sudah ditetapkan suci menurut hukum yang ada dalam syari’at.

Golongan Kedua:
Ada pula segolongan manusia yang sangat dipengaruhi oleh kewaswasan ketika melakukan niat shalat. Sikap seperti ini tidak ditinggalkan syaithan sehingga benar-benar ia mantap dalam niatnya yang dikiranya niatnya itu yang shahih dan diterima oleh Tuhan. Padahal yang sebenarnya mereka mengubah-ubah bunyi takbir karena sangat hati-hatinya menurut perkiraannya sendiri. Jadi mereka terkena waswas takbir dipermulaan memulai shalat. Yang lebih bodoh lagi setelah takbir itu hatinya tidak pernah hadir dalam shalat yang sedang mereka lakukan. Mereka lalai dan fikirannya bercabang kesana kemari selama shalatnya. Bukankah sikap demikian itu tertipu, tetapi anehnya mereka tetap menyangka bahwa mereka akan mendapat pahala yang baik-baik disisi Tuhannya.

Golongan Ketiga
Ada pula manusia yang terkena waswas diwaktu mngeluarkan huruf-huruf dalam membaca Al Fatihah, juga dzikir-dzikir yang lainnya dari makhrajnya. Mereka senantiasa berhati-hati dalam mengucapkan tsyid-tasyidnya serta perbedaan-perbedaan bunyi antara dlad dan zha’, serta memperbagus semua makhrajnya huruf tadi selama shalatnya. Rupanya tidak ada yang diperhatikan selain itu, sedangkan yang lebih utama dilalaikan. Hatinya sama sekali tidak mengingat-ingat apa maknanya bacaan yang sedang dibaca dan apa artinya ayat-ayat Al Qur’an yang sedang dibunyikan , jiwanya tidak memperoleh kemanfaatan dari nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk yang ada didalam bacaan itu ataupun memperhatikan sedikit saja tentang rahasia-rahasianya. Inilah golongan tertipu terburuk sekali !!!
Mari kita perhatikan baik-baik. Apakah Allah Ta’ala memaksa pada makhluknya itu diwaktu membaca Al Qur’an supaya betul-betul mentahkikkan makhraj-makhraj huruf itu …??? Ataukah Tuhan menghendaki supaya Al Qur’an itu dibaca saja menurut biasanya orang membaca yang sewajarnya diwaktu bercakap-cakap misalnya. Pasti jika akal kita sehat dan fikiran kita jernih akan mengatakan sebagaimana biasanya saja.
Memang itulah yang benar. Mari kita umpamakan jika orang lebih mengutamakan bunyi dari pada isi dalam Al Qur’an.
Seorang Raja mengutus seseorang untuk menyampaikan sepucuk surat kepada raja lain. Dalam majlis kerajaan itu ia disuruh membacanya, sesuai kewajaran orang yang sedang membaca. Coba perhatikan ,bagaimanakah jika orang yang disuruh membaca ini lebih mementingkan bunyi hurufnya satu persatu, lebih mengutamakan makhrajnya, kdang-kadang diulang-ulangi sebab merasa bacaannya belum benar sekali bahkan berkali-kali. Apakah dilakukan oleh utusan itu dibenarkan…??? Padahal yang terpenting bukan itu , yaitu maksud dari surat yang dikirimkan itu. Bahkan tidak dijaga kehormatan didalam majelis yang sedang dihadapi. Malahan yang nampak mulutnya yang membesar, bibirnya yang menari-nari, semata-mata untuk membenarkan hurufnya. Bukankah orang yang semacam ini sepatutnya diberi tindakan pengajaran yang sesuai dengan ketololannya…??? Dan ia harus diberi gelar orang yang kehilangan akal / sinting…???
Disitulah letak tertipu oleh bacaannya sendiri !!!

Golongan Keempat
Ada lagi segolongan manusia yang tertipu oleh bacaan Al Qur’an , mereka membaca dengan cepat sampai batas yang tidak tertib lagi, bagai orang yang sedang ngomel karena marah. Ada juga yang dikhatamkan sekali dalam sehari semalam. Lisannya meluncur kesana kemari dan hatinya berkelana bolak-balik karena dibawa oleh angan-angannya yang kosong, fikirannya tidak karuan. Ia tidak memikirkan maknanya. Orang semacam itu tertipu berupa bacaan kitab suci tadi. Ia mengira bahwa maksud diturunkannya Al Qur’an itu adalah untuk dibunyikan seperti orang mengomel malahan tujuan yang tersirat di Al Qur’an dilalaikannya sama sekali.

Golongan Kelima
Kadang-kadang ia berpuasa setahun penuh atau pada hari-hari yang mulia, tetapi sayangnya mereka tidak dapat menjaga lisannya dari berbuat ghibah, ria’ dan tidak diperiksa apa-apa yang dimasukkan perutnya saat berbuka. Lisannya dibiarkan berbicara yang tidak bermanfaat dan berlebih-lebihan sekali sepanjang siang harinya. Namun demikian mereka mengira bahwa dirinya pasti baik-baik saja nanti , tidak mungkin mendapat siksa dan lain-lain. Yang dipentingkan hanyalah ibadah sunah, tetapi tidak dapat meletakkan menurut tempatnya yang wajar menurut haknya.
Bukankah sikap seperti ini sikap tertipu yang sudah memuncak sekali yang timbul dari peribadatan…?

Golongan Keenam
Orang ini melakukan ibadah haji. Sayang sekali mereka tidak lebih dulu membersihkan hartanya dari keharaman-keharaman. Hartanya didapatkan dari penipuan, penganiayaan, pengelabuhan, korupsi, pencolengan, riba’ dan harta itu dibawanya sebagai bekal untuk pergi hajji. Naudzubilahimindzalik !!!
Begitulah sampai di Baitullah dengan hati yang penuh berlumuran akhlak yang hina dan tercela, sebab memang hatinya tidak disucikan. Yang aneh sekali orang itu mengira dengan amalan hajinya yang belum tentu diterima oleh Allah akan mendapat kerahmatan yang besar dari Allah. Naudzubilahimindzalik.!!!
Orang ini tertipu pada ibadat hajjinya.

Golongan Ketujuh
Sementara itu ada orang yang bermukim di Makkah dan Madinah. Perasaan mereka yang aneh-aneh timbul yaitu, mereka menyangka bahwa dengan bermukim diMekkah dan Madinah akan lebih dekat dengan Allah Ta’ala, lalu mudah memperoleh kerahmatan dan pengampunan Allah. Padahal hatinya tidak dijaga dan dibersihakan dari penyakit-penyakitnya. Tak luput pula anggota lahirnya enggan meninggalkan kemaksiatan.. Orang ini tertipu ,sebab menganggap bahwa mentang-mentang di Makkah atau Madinah lalu dekat pada Tuhan , sekalipun tanpa amalan apapun

Golongan Kedelapan
Ada juga orang yang tertipu oleh kezuhudannya. Orang ini tidak memperhatikan lagi soal soal keuangan, harta ditolaknya mentah-mentah, puas dengan pakaian yang bermutu rendah serta makanan yang seadanya saja. Tempat tinggalnyapun dirasakan cukup di masjid atau madrasah. Mereka mengira bahwa dengan berkelakuan seperti itu sudah dapat mencapai tingkat kaum zahid yaitu golongan orang yang menyingkirkan keduniaan dan lebih mementingkan keakhiratan. Namun begitu, dalam hatinya ada perasaan ingin menjadi pemimpin atau kepala, Naudzubilahimindzalik!!!
Insafilah baik-baik , bahwa seseorang yang mencintai kepemimpinan itu dapat menyebabkan dirinya menjadi munafik, pendengki, suka sombong, tukang ria’ dan tidak jarang yang memendam sifat-sifat yang buruk dan tercela. Naudzubilahimindzalik!!!
Diantara orang-orang ini ada pula yang suka menyendiri, mengasingkan diri dari orang banyak, tetapi walaupun demikian mereka tetap tertipu oleh amalannya.

Golongan Kesembilan
Golongan ini tertipu pada amalan lahir, yakni yang dikerjakan oleh anggauta badan, memperbanyak yang sunah disamping yang wajib, baik berupa shalat, puasa dan lain-lain. Sementara keadaan hatinya tidak diperhatikan, tidak dijaga, tidak diteliti dan tidak disucikan dari segala penyakit bathiniah seperti ria’, takabur, ujub dan sifat perusah lainnya. Orang tersebut menganggap dirinya akan mendapat pengampunan dari Allah Ta’ala dengan melakukan amalan lahir tersebut, mereka mengira bahwa ia tidak dituntut dan tidak pula dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat besok pada perihal hatinya.
Orang tersebut benar-benar tertipu oleh amalan lahiriyahnya. Orang ini tidak sunyi dari perbuatan keburukan akhlak yang dihadapkan kepada orang banyak. Cara bergaulnya amat kasar sekali, bathinya penuh rasa ria dan gemar pujian. Kiranya orang menggelarinya sebagai orang suci, ia beranggapan bahwa dirinya sudah benar-benar diridlai oleh Allah Ta’ala, padahal ia tidak mengerti bahwa yang sedemikian itu hanyalah karena orang – orang belum banyak mengetahui apa yang sebenarnya ada didalam bathinya. Orang – orang belum mengerti bahwa bathinya itu penuh kotoran dan najis. Naudzubilahimindzalik!!!

Golongan Kesepuluh

Golongan ini tertipu karena nmereka loba sekali dalam melakukan shalat-shalat sunnat, tetapi tidak banyak memperhatikannya yang wajib. Mereka suka seklai melakukan shalat Dluha, shalat malam dan sunah – sunah tersebut hamper tidak pernah ditinggalkan. Namun demikian dalam melaksanakan shalat wajib seolah-olah tidak merasa akan adanya kelezatan sama sekali, tidak berusaha untuk menyegarkan amalan yang berupa shalat fardlu dipermulaan waktunya.
Orang ini lupa akan sabda Rasulullah s.aw yang berbunyi :
Tidaklah orang- orng yang ingin mendekatkan dirinya padaku itu dapat mendekat, lebih dari pada jikalau ia melakukan apa-apa yang telah Aku wajibkan pada mereka itu”
Diriwayatkan oleh Bukhari
Jadi untuk mendekatkan pada Allah Ta’ala jalankan dulu yang wajib dengan sempurna dan cara yang terbaik. Jika masih mempunyai kemampuan baru menjalankan yang sunah. Jangan dibalik.

Selasa, 21 April 2009

MANFAAT DAN RAHASIA DZIKIR

MANFAAT DZIKIR

Firman Allah Ta’ala yang menyebutkan tentang keutamaan berdzikir:
Qur’an Surat Al Baqarah 152
Yang artinya …” maka berdzikirlah ( ingatlah ) padaKu, pasti Akupun ingat padamu”.
Qur’an Surat Ahzab 41
Yang artinya …”Berdzikirlah ( ingatlah ) kepada Allah dengan dzikir yang banyak”.
Qur’an Surat Al – Imran 191
Yang artinya … “Mereka itu sama berdzikir kepada Allah dengan berdiri, duduk dan tidur”.
Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat diatas mengatakan yaitu : “Jangan lepas-lepas dari berdzikir itu, baik di waktu malam dan siang, di daratan atau dilautan, disaat bepergian atau dirumah, dalam keadaan kaya atau miskin, waktu badan sehat atau sakit dan dalam keadaan sunyi atau banyak orang.

Untuk pedoman dari cara berdzikir, Allah Ta’ala berfirman dalam Qur’an Surat A’raf 205 yang artinya yaitu :
“Berdzikirlah ( ingatlah ) pada Tuhanmu dalam hatimu dengan perasaan merendahkan diri dan takut dan tidak terlampau keras mengucapkannya, baik diwaktu pagi dan sore dan janganlah engkau termasuk golongan orang-orang yang lalai”

Rasulullah s.a.w ditanya demikian , ..”Amalan manakah yang paling utama itu ?”. Beliau s.a.w menjawab :
..”Yaitu jikalau engkau mati sedang lidahmu tetap basah dengan berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Thabrani dan Baihaqi)


Sabda Rasulullah s.a.w tentang keutamaan dari majlis dzikir yaitu :
“ Tidak suatu kaumpun yang duduk disuatu majlis yang mereka itu sama mengingat-ingat ( berdzikir ) kepada Allah ‘azza wa jalla, melainkan mereka itu dikerumuni oleh para malaikat, diliputi oleh kerahmatan dan Allah bertutur tentang mereka itu dihadapan malaikat yang ada disisiNya”
(Diriwayatkan oleh Muslim)

Sabda Rasulullah s.a.w tentang keutamaan dari tahlil yaitu :
..”Seutama-utama yang saya ucapkan dan juga yang diucapkan oleh para nabi sebelumku dahulu ialah ucapan : La ilaha illallah wahdahu la syarika lah ( Tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu baginya )”
(Diriwayatkan oleh Tirmidzi)


RAHASIA DARI KEUTAMAAN DZIKIR
Bila kita merenung pada diri sendiri , mengapa dzikir kepada Allah Swt yang sangat ringan dilakukan oleh lidah dan sedikit energi yang diperlukan tetapi sangat utama dan lebih bermanfaat dari sejumlah ibadah-ibadah yang amat sukar dan melelahkan badan ?

Sebenarnya tidak patut menyelidiki tentang ini, melainkan dengan ilmu penyingkapan tabir yaitu Ketuhanan , juga mengingat kadar dari tiap orang yang berdzikir kepada Allah Ta’ala itu dalam ilmu pergaulan dalam masyarakat.

Bahwasannya yang dapat membekas dan berkesan serta bermanfaat itu ialah dzikir secara tetap dan berlangsung terus – menerus dan disertai dengan kehadiran hati.

Adapun cara berdzikir yang dilakukan dengan lidah, sedangkan hatinya senantiasa lalai dan lengah maka hal demikian sangat sedikit manfaat yang dapat diperolehnya. Bahkan sebenarnya yang terpenting ialah menghadirkan hati beserta Allah Ta’ala dengan cara tetap dan langsung ataupun tidak langsung, cukuplah kalau kehadiran bersama Allah Ta’ala dilakukan pada waktu-waktu yang dilaluinya. Hal ini harus lebih didahulukan, lebih diutamakan dan lebih diperhatikan dalam semua peribadatan. Bahkan dengan cara demikian segala macam peribadatan itu dapat dinamakan mulia dan merupakan puncak dari buahnya ibadah secara amaliah.

Oleh sebab itu berdzikir itu ada permulaannya dan ada pula akhirnya. Permulaannya yaitu ketenangan dan kecintaan dan akhirnya ialah ketenangan dan kecintaan yang dapat menjelma dan timbul dari dirinya. Tetapi semuanya yang dituju adalah ketenagan dan kecintaan

Minggu, 19 April 2009

TERTIPU DALAM IBADAH


Sesungguhnya letak kunci kebahagiaan itu ialah dalam berjaga-jaga, berhati-hati serta berfikir yang cerdik, sedangkan sumber dari kecelakaan dan kesengsaraan itu terletak dalam TERTIPU dan LALAI. Orang yang tertipu yaitu orang yang mata hatinya belum lagi terbuka dengan baik, untuk menjamin kemampuan memberi petunjuk yang sehat pada dirinya sendiri. Ia akan tetap buta dan menjadikan hawa nafsunya sebagai pemimpin dan pula syaithan sebagi penunjuk jalan.

Oleh sebab itu tertipu merupakan induk dari segala macam kecelakaan dan sebagi sumber dari segala macam perusak. Ingatlah bahwa seorang yang memperoleh hidayah dan pertolongan Tuhan ialah orang yang menginsafi jalan masuknya berbagai afat, bahaya dan yang menyebabkan kerusakan jiwa, ahklak dan agamanya. Maka iapun akan menjaga betul dan selanjutnya akan tetap berhati-hati dan waspada dalam mengurusi dan melakukan semua perkara dan keperluannya



MACAM-MACAM ORANG YANG TERTIPU :
Golongan Pertama
Mereka ini mengutamakan sekali penyelidikan ilmu - ilmu syari'at dan akliah, tetapi melalaikan penyelidikan anggauta diri sendiri serta penjagaannya dari perbuatan kemaksiatan. Rupanya golongan ini sudah tertipu oleh ilmu pengetahuannya yang sudah muluk-muluk itu. Barangkali mereka mengira bahwa disisi Allah Ta'ala mereka akan mendapatkan tempat yang terhormat karena banyaknya ilmu yang dimiliki. Jadi tidak akan disiksa seperti orang - orang yang dianggapnya bodoh itu Padahal yang sebenarnya tidak demikian. Bagi seseorang yang suka memeriksa dengan mata yang penuh perhatian, tentulah mnyadari sebaik-baiknya bahwa ilmu pengetahuan itu sebenarnya hanyalah dimaksudkan untuk mengetahui mana-mana yang halal dan mana-mana yang haram, juga untuk mengetahui mana-mana yang termasuk akhlak dan budi pekerti yang tercela dan mana-mana yang terpuji. Juga bagaimana cara menyembuhkan akhlak-ahklak yang buruk itu dan bagaimana cara menghidari agar jangan samapi terkena penyakit akhlak. Maka dari itu segala ilmu ilmu pengetahuan yang semestinya untuk diamalkan itu, sekiranya tidak membuahkan amalan-amalan yang baik, maka ilmu itu tidak berharga sama sekali baik dimata Allah Ta'ala ataupun manusia. Dalam nash Al Qur'an menyatakan bahwa barang siapa yang tidak mengamalkan ilmunya, ia sangat ditakut-takuti oleh Allah Ta'ala dan diumpamakan sebagai binatang yang amat hina. Dalam firman Allah Ta'ala pada Qur'an Surat Jumu'ah 5 yang artinya :

"Perumpamaan orang-orang yang diberi Taurat kemudian tidak suka membawanya ( mengamalkan ajaran-ajarannya), adalah seperti keledai yang mengikuti kitab-kitab tebal ( tetapi tidak mengerti apa isinya? )"

Coba kita bayangkan kehinaan yang lebih besar dari seseorang yang diumpamakan sebagai keledai dungu.


Golongan Kedua
Yaitu orang-orang yang memperdalam ilmu pengetahuan dan gemar beramal shalih. Mereka melakukan dengan istiqomah ketaatan-ketaatan secara lahiriyah dan bahkan meninggalkan segala macam kemaksiatan, tetapi sayangnya mereka itu tidak meneliti hati sanubarinya untuk melenyapkan segala sifat-sifat yang buruk dan tercela yang merupakan penyakit jiwanya . Seperti berlagak sombong, dengki, ria', mencari kemasyuran, menghendaki kawan-kawanya, sahabat-sahabatnya dan orang lain terkena musibah. Dia suka sekali dengan pujian , dibangga-banggakan, disanjung-sanjungkan, dielu-elukan dalam kalangan umat.Jadi orang itu disamakan dengan memperhias lahiriyahnya tetapi kebatinanya sangat diabaikan dan dibiarkan begitu saja tanpa dipelihara sama sekali.

Sabda Rasulullah s.a.w yang berbunyi :

"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat pada bentuk rupamu, tidak pula kepada hartamu, tetapi melihat kepada hati dan amalanmu".

Ringkasnya golongan ini lebih mengutamakan perhatian kepada amalan-amalan lahir dan tidak kepada hati dan jiwa, padahal hati dan jiwa adalah merupakan pokok dan induknya. Sebab pada hari kiamat nanti pasti tidak seorangpun dapat selamat dirinya melainkan yang menghapad kepada Tuhannya dengan membawa hati yang sejahtera , terhindar dari segala penyakit bathin.
Golongan ini diumpamakan bagaikan pemakaman orang yang sudah mati. Dimukanya dihiasi dengan warna-warni, tetapi dalamnya hanyalah sebatang bangkai yang melintang. Golongan ini tertipu oleh ilmu dan amal lahiriyahnya sehingga hatinya dibiarkan kotor dan buruk.

Golongan Ketiga
Golongan ini adalah orang - orang yang memperdalam salah satu macam pengetahuan saja. Misalnya dalam soal perundang-undangan hukum, perdebatan, perincian-perincian cara bermu'amalat duniawiah yang berlangsung antara sesama ummat manusia dan bagaimana cara-cara yang terbaik untuk memperoleh kemaslahatan umat. Jadi mereka ini menentukan salah satu ilmu fikih untuk dijadikan perhatiannya yang istimewa.
Dengan tercurahnya perhatian kepada persoalan yang sedang diselidiki itu, kadang-kadang meraka itu sampai melengahkan amalan-amalan baik yang lahiriah maupun bathiniah sehingga anggauta tubuhnya tidak diperhatikan dari berbagai macam kemaksiatan, seperti lisannya dibiarkan suka mengumpat dan perutnya dibiarkan makan yang haram. Bahkan hatinya juga dibiarkan bersifat sombong, dengki, ria' dan sifat lain yang merusak jiwa dan agama.
Orang-orang demikian itu nyata-nyata tertipu oleh dua hal. Dari segi ilmu pengetahuannya dan segi amalannya.

Dari segi amalannya
Dimisalkan orang yang sedang sakit. Ia sudah mempelajari berbagai macam pengobatan dan cara menggunakannya, ia juga berulang-ulang mengerjakan itu dan bahkan pernah diajarkan kepada orang yang sakit selain dia. Tetapi anehnya setelah dirinya sakit ia enggan berobat menurut cara yang pernah dipelajarinya tadi. Selain itu ia enggan menggunakan obatnya, padahal ia sendiri sudah memaklumi bahwa orang lain yang menggunakan obatnya benar-benar sembuh. Bagaimana menurut pendapat kita sendiri , apa yang diusahakan orang itu dapat menolong dari penyakitnya dan menyembuhkan tanpa minum obat ? Jauh sekali dari kesembuhan kan...?
Jadi ringkasnya ia wajib suka minum obat sepanjang ilmu yang dimiliki, harus pula sabar, menanggung kepahitan rasa obat. Jika tidak maka penyakitnya tidak dapat sembuh dengan baik.

Dari segi pengetahuannya
Ia hanya membatasi dirinya dalam hal-hal yang berhubungan dengan urusan-urusan mu'amalat saja. Ia mengira bahwa dengan ini cukuplah sudah mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan ilmu-ilmu yang termuat dalam Kitabullah ( Al Qur'an ) serta Sunnah Rasulullah s.w.w ( hadits ) diabaikan atau kurang mendapat perhatian dalam fikirannya. Bahkan ada pula yang mengecam para ahli hadits dan berkata : "Orang-orang yang menamakan dirinya ahli hadits itu sebenarnya hanyalah penukil berita saja atau boleh dikata pemikul kitab-kitab tebal yang tidak banyak pengertiannya". Alangkah ganas dan beraninya seseorang kalau sampai memasuki taraf yang seburuk ini
Selain itu ada pula yang sampai meninggalkan ilmu pendidikan akhlak, meninggalkan ilmu kema'rifatan kepada Allah Ta'ala dengan mengetahui bagaimana kebesaran dan keagunganNya. Perhatikanlah bahwa ilmu pengetahuan yang dapat digunakan sebagaimana peringatan tentulah bukan sebagaimana yang tekun dituntutnya yang hanya berhubungan dengan bermua'malat saja, tetapi yang terpenting ada sangkut pautnya dengan ilmu ketahuidan dan memang ini yang terpokok sekali.

Golongan Keempat
Mereka ini suka sekali memberi nasihat, penerangan keagamaan serta yang berhubungan dengan akhlak jiwa yang baik-baik, budi pekerti yang luhur dan terpuji, juga pengertian zuhud dan sifat ikhlas yang sebenar-benarnya. Tetapi yang mengherankan ialah bahwa mereka itu sebetulnya tertipu oleh perasaannya sendiri. Mereka mengira bahwa dengan memperbincangkan hal-hal semacam itu dan dengan mengajak orang-orang banyak supaya memiliki sifat tadi dianggapnya bahwa dirinya sendiri sudah bersifat sebagaimana yang digembor-gemborkan. Padahal yang jelas mereka sama sekali dirinya jauh dari sifat tadi, sama sekali tidak mengindahkan agama baik dalam kelakuan atau sikap-sikap lainnya. Mereka masih menyombongkan diri,masih sangat pendengki terhadap kawan-kawannya yang melangkah lebih maju dari dirinya sendiri, masih merasa benci jikalau ada orang memuji-muji orang lain yang dianggapnya setingkat dengannya. Selain itu masih gemar sekali mengumpulkan harta dunia tanpa ada batasnya. Mereka itu orang-orang yang sangat tertipu.
Golongan Kelima
Golongan ini yaitu merupakan orang -orang yang sudah merasa puas dan menganggap cukup dengan hanya menghafalkan ucapan-ucapan zuhud dan bijaksana, mengingat-ingat uraian-uraian yang mereka kemukakan tentang celahnya keduniaan dan buruknya kebendaan. Mereka itu hanya menghafalkan kelimat-kalimat yang berharga itu, tetapisama sekali tidak melaksanakan isi-isinya. Pendeknya ucapan-ucapan hikmat itulah yang senantiasa meluncur dari mulutnya sewaktu duduk bersama teman-temannya tetapi dia sendiri tidak mengamalkan kandungannya.
Mereka mengira bahwa dengan menghafal kata-kata itu dan kalimat-kalimat yang bermutu yang keluar dari para ahli zuhud akan menyebabkan dirinya memperoleh kebahagiaan dan dapat mencapai cita-citanya. Yang lebih bodoh lagi mereka mengira akan termpuni dosanya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan Ta'ala akan mengasihi dirinya sekalipun bathinnya tidak perlu dijaga dari dosa. Golongan ini lebih sangat tertipu dari golongan diatas.

Golongan Keenam
Golongan terkhir ini yaitu mereka yang sangat menaruh perhatian yang luar biasa dalam ilmu nahwu ( tata bahasa), lughah ( bahasa ), syair atau kata-kata sulit dan asing bagi umum. Mereka mengira bahwa dengan berbuat demikian akan memperoleh keistimewaan derajat dari Tuhan dan akan mendapatkan pengampunan dari segala bentuk kesalahannya. Mereka mengira bahwa dirinya sudah termasuk golongan ulama yang terpandai dikalangan ummatnya saat itu, sehingga seluruh usianya dikerahkan untuk menyelidiki ilmu-ilmu itu juga. Sedangkan yang berhubungan dengan makna-makna syari'at agama tidak diperhatikan baik-baik atau kurang sekali minatnya, bahkan mengamalkannya pun bermalas-malasan saja. Ini diumpamakan dengan seorang yang menghabiskan umurnya untuk memperbaiki makhraj-makhraj huruf dalam Al Qur'an dan merasa sudah cukup dengan berbuat demikian untuk menerima kerahmatan dari Allah Ta'ala.

Sikap orang ini tertipu juga, sebab maksud dari adanya huruf itu untuk dimengerti apa tujuan dan kehendak Al Qur'an itu. Jadi huruf hanyalah sebagai perkakas atau alat untuk mencapai tujuan yaitu dapat mengerti isinya. Yang merupakan inti sesuatu adalah amalnya, sedang yang ada diatasnya hanyalah sebagai kulit belaka dari amalan itu.