TERTIPU DALAM IBADAH
Sesungguhnya letak kunci kebahagiaan itu ialah dalam berjaga-jaga, berhati-hati serta berfikir yang cerdik, sedangkan sumber dari kecelakaan dan kesengsaraan itu terletak dalam TERTIPU dan LALAI. Orang yang tertipu yaitu orang yang mata hatinya belum lagi terbuka dengan baik, untuk menjamin kemampuan memberi petunjuk yang sehat pada dirinya sendiri. Ia akan tetap buta dan menjadikan hawa nafsunya sebagai pemimpin dan pula syaithan sebagi penunjuk jalan.
Oleh sebab itu tertipu merupakan induk dari segala macam kecelakaan dan sebagi sumber dari segala macam perusak. Ingatlah bahwa seorang yang memperoleh hidayah dan pertolongan Tuhan ialah orang yang menginsafi jalan masuknya berbagai afat, bahaya dan yang menyebabkan kerusakan jiwa, ahklak dan agamanya. Maka iapun akan menjaga betul dan selanjutnya akan tetap berhati-hati dan waspada dalam mengurusi dan melakukan semua perkara dan keperluannya
MACAM-MACAM ORANG YANG TERTIPU :
Golongan Pertama
Mereka ini mengutamakan sekali penyelidikan ilmu - ilmu syari'at dan akliah, tetapi melalaikan penyelidikan anggauta diri sendiri serta penjagaannya dari perbuatan kemaksiatan. Rupanya golongan ini sudah tertipu oleh ilmu pengetahuannya yang sudah muluk-muluk itu. Barangkali mereka mengira bahwa disisi Allah Ta'ala mereka akan mendapatkan tempat yang terhormat karena banyaknya ilmu yang dimiliki. Jadi tidak akan disiksa seperti orang - orang yang dianggapnya bodoh itu Padahal yang sebenarnya tidak demikian. Bagi seseorang yang suka memeriksa dengan mata yang penuh perhatian, tentulah mnyadari sebaik-baiknya bahwa ilmu pengetahuan itu sebenarnya hanyalah dimaksudkan untuk mengetahui mana-mana yang halal dan mana-mana yang haram, juga untuk mengetahui mana-mana yang termasuk akhlak dan budi pekerti yang tercela dan mana-mana yang terpuji. Juga bagaimana cara menyembuhkan akhlak-ahklak yang buruk itu dan bagaimana cara menghidari agar jangan samapi terkena penyakit akhlak. Maka dari itu segala ilmu ilmu pengetahuan yang semestinya untuk diamalkan itu, sekiranya tidak membuahkan amalan-amalan yang baik, maka ilmu itu tidak berharga sama sekali baik dimata Allah Ta'ala ataupun manusia. Dalam nash Al Qur'an menyatakan bahwa barang siapa yang tidak mengamalkan ilmunya, ia sangat ditakut-takuti oleh Allah Ta'ala dan diumpamakan sebagai binatang yang amat hina. Dalam firman Allah Ta'ala pada Qur'an Surat Jumu'ah 5 yang artinya :
"Perumpamaan orang-orang yang diberi Taurat kemudian tidak suka membawanya ( mengamalkan ajaran-ajarannya), adalah seperti keledai yang mengikuti kitab-kitab tebal ( tetapi tidak mengerti apa isinya? )"
Coba kita bayangkan kehinaan yang lebih besar dari seseorang yang diumpamakan sebagai keledai dungu.
Golongan Kedua
Yaitu orang-orang yang memperdalam ilmu pengetahuan dan gemar beramal shalih. Mereka melakukan dengan istiqomah ketaatan-ketaatan secara lahiriyah dan bahkan meninggalkan segala macam kemaksiatan, tetapi sayangnya mereka itu tidak meneliti hati sanubarinya untuk melenyapkan segala sifat-sifat yang buruk dan tercela yang merupakan penyakit jiwanya . Seperti berlagak sombong, dengki, ria', mencari kemasyuran, menghendaki kawan-kawanya, sahabat-sahabatnya dan orang lain terkena musibah. Dia suka sekali dengan pujian , dibangga-banggakan, disanjung-sanjungkan, dielu-elukan dalam kalangan umat.Jadi orang itu disamakan dengan memperhias lahiriyahnya tetapi kebatinanya sangat diabaikan dan dibiarkan begitu saja tanpa dipelihara sama sekali.
Sabda Rasulullah s.a.w yang berbunyi :
"Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat pada bentuk rupamu, tidak pula kepada hartamu, tetapi melihat kepada hati dan amalanmu".
Ringkasnya golongan ini lebih mengutamakan perhatian kepada amalan-amalan lahir dan tidak kepada hati dan jiwa, padahal hati dan jiwa adalah merupakan pokok dan induknya. Sebab pada hari kiamat nanti pasti tidak seorangpun dapat selamat dirinya melainkan yang menghapad kepada Tuhannya dengan membawa hati yang sejahtera , terhindar dari segala penyakit bathin.
Golongan ini diumpamakan bagaikan pemakaman orang yang sudah mati. Dimukanya dihiasi dengan warna-warni, tetapi dalamnya hanyalah sebatang bangkai yang melintang. Golongan ini tertipu oleh ilmu dan amal lahiriyahnya sehingga hatinya dibiarkan kotor dan buruk.
Golongan Ketiga
Golongan ini adalah orang - orang yang memperdalam salah satu macam pengetahuan saja. Misalnya dalam soal perundang-undangan hukum, perdebatan, perincian-perincian cara bermu'amalat duniawiah yang berlangsung antara sesama ummat manusia dan bagaimana cara-cara yang terbaik untuk memperoleh kemaslahatan umat. Jadi mereka ini menentukan salah satu ilmu fikih untuk dijadikan perhatiannya yang istimewa.
Dengan tercurahnya perhatian kepada persoalan yang sedang diselidiki itu, kadang-kadang meraka itu sampai melengahkan amalan-amalan baik yang lahiriah maupun bathiniah sehingga anggauta tubuhnya tidak diperhatikan dari berbagai macam kemaksiatan, seperti lisannya dibiarkan suka mengumpat dan perutnya dibiarkan makan yang haram. Bahkan hatinya juga dibiarkan bersifat sombong, dengki, ria' dan sifat lain yang merusak jiwa dan agama.
Orang-orang demikian itu nyata-nyata tertipu oleh dua hal. Dari segi ilmu pengetahuannya dan segi amalannya.
Dari segi amalannya
Dimisalkan orang yang sedang sakit. Ia sudah mempelajari berbagai macam pengobatan dan cara menggunakannya, ia juga berulang-ulang mengerjakan itu dan bahkan pernah diajarkan kepada orang yang sakit selain dia. Tetapi anehnya setelah dirinya sakit ia enggan berobat menurut cara yang pernah dipelajarinya tadi. Selain itu ia enggan menggunakan obatnya, padahal ia sendiri sudah memaklumi bahwa orang lain yang menggunakan obatnya benar-benar sembuh. Bagaimana menurut pendapat kita sendiri , apa yang diusahakan orang itu dapat menolong dari penyakitnya dan menyembuhkan tanpa minum obat ? Jauh sekali dari kesembuhan kan...?
Jadi ringkasnya ia wajib suka minum obat sepanjang ilmu yang dimiliki, harus pula sabar, menanggung kepahitan rasa obat. Jika tidak maka penyakitnya tidak dapat sembuh dengan baik.
Dari segi pengetahuannya
Ia hanya membatasi dirinya dalam hal-hal yang berhubungan dengan urusan-urusan mu'amalat saja. Ia mengira bahwa dengan ini cukuplah sudah mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan ilmu-ilmu yang termuat dalam Kitabullah ( Al Qur'an ) serta Sunnah Rasulullah s.w.w ( hadits ) diabaikan atau kurang mendapat perhatian dalam fikirannya. Bahkan ada pula yang mengecam para ahli hadits dan berkata : "Orang-orang yang menamakan dirinya ahli hadits itu sebenarnya hanyalah penukil berita saja atau boleh dikata pemikul kitab-kitab tebal yang tidak banyak pengertiannya". Alangkah ganas dan beraninya seseorang kalau sampai memasuki taraf yang seburuk ini
Selain itu ada pula yang sampai meninggalkan ilmu pendidikan akhlak, meninggalkan ilmu kema'rifatan kepada Allah Ta'ala dengan mengetahui bagaimana kebesaran dan keagunganNya. Perhatikanlah bahwa ilmu pengetahuan yang dapat digunakan sebagaimana peringatan tentulah bukan sebagaimana yang tekun dituntutnya yang hanya berhubungan dengan bermua'malat saja, tetapi yang terpenting ada sangkut pautnya dengan ilmu ketahuidan dan memang ini yang terpokok sekali.
Golongan Keempat
Mereka ini suka sekali memberi nasihat, penerangan keagamaan serta yang berhubungan dengan akhlak jiwa yang baik-baik, budi pekerti yang luhur dan terpuji, juga pengertian zuhud dan sifat ikhlas yang sebenar-benarnya. Tetapi yang mengherankan ialah bahwa mereka itu sebetulnya tertipu oleh perasaannya sendiri. Mereka mengira bahwa dengan memperbincangkan hal-hal semacam itu dan dengan mengajak orang-orang banyak supaya memiliki sifat tadi dianggapnya bahwa dirinya sendiri sudah bersifat sebagaimana yang digembor-gemborkan. Padahal yang jelas mereka sama sekali dirinya jauh dari sifat tadi, sama sekali tidak mengindahkan agama baik dalam kelakuan atau sikap-sikap lainnya. Mereka masih menyombongkan diri,masih sangat pendengki terhadap kawan-kawannya yang melangkah lebih maju dari dirinya sendiri, masih merasa benci jikalau ada orang memuji-muji orang lain yang dianggapnya setingkat dengannya. Selain itu masih gemar sekali mengumpulkan harta dunia tanpa ada batasnya. Mereka itu orang-orang yang sangat tertipu.
Golongan Kelima
Golongan ini yaitu merupakan orang -orang yang sudah merasa puas dan menganggap cukup dengan hanya menghafalkan ucapan-ucapan zuhud dan bijaksana, mengingat-ingat uraian-uraian yang mereka kemukakan tentang celahnya keduniaan dan buruknya kebendaan. Mereka itu hanya menghafalkan kelimat-kalimat yang berharga itu, tetapisama sekali tidak melaksanakan isi-isinya. Pendeknya ucapan-ucapan hikmat itulah yang senantiasa meluncur dari mulutnya sewaktu duduk bersama teman-temannya tetapi dia sendiri tidak mengamalkan kandungannya.
Mereka mengira bahwa dengan menghafal kata-kata itu dan kalimat-kalimat yang bermutu yang keluar dari para ahli zuhud akan menyebabkan dirinya memperoleh kebahagiaan dan dapat mencapai cita-citanya. Yang lebih bodoh lagi mereka mengira akan termpuni dosanya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan Ta'ala akan mengasihi dirinya sekalipun bathinnya tidak perlu dijaga dari dosa. Golongan ini lebih sangat tertipu dari golongan diatas.
Golongan Keenam
Golongan terkhir ini yaitu mereka yang sangat menaruh perhatian yang luar biasa dalam ilmu nahwu ( tata bahasa), lughah ( bahasa ), syair atau kata-kata sulit dan asing bagi umum. Mereka mengira bahwa dengan berbuat demikian akan memperoleh keistimewaan derajat dari Tuhan dan akan mendapatkan pengampunan dari segala bentuk kesalahannya. Mereka mengira bahwa dirinya sudah termasuk golongan ulama yang terpandai dikalangan ummatnya saat itu, sehingga seluruh usianya dikerahkan untuk menyelidiki ilmu-ilmu itu juga. Sedangkan yang berhubungan dengan makna-makna syari'at agama tidak diperhatikan baik-baik atau kurang sekali minatnya, bahkan mengamalkannya pun bermalas-malasan saja. Ini diumpamakan dengan seorang yang menghabiskan umurnya untuk memperbaiki makhraj-makhraj huruf dalam Al Qur'an dan merasa sudah cukup dengan berbuat demikian untuk menerima kerahmatan dari Allah Ta'ala.
Sikap orang ini tertipu juga, sebab maksud dari adanya huruf itu untuk dimengerti apa tujuan dan kehendak Al Qur'an itu. Jadi huruf hanyalah sebagai perkakas atau alat untuk mencapai tujuan yaitu dapat mengerti isinya. Yang merupakan inti sesuatu adalah amalnya, sedang yang ada diatasnya hanyalah sebagai kulit belaka dari amalan itu.
waaaa.....aku bacanya pelan2....
BalasHapustak masukin link blogku ya ....
:D
lumayan aku dapat referensi tentang agama...secara diriku masih awam dengan agamaku ini...
wakakaka...masih belajar dengan sangat... cuma caraku beda...
:D
hmmm ... mungkin saja saya juga termasuk orang-orang yang tertipu pak..... tapi saya berusaha sedikit demi sedikit untuk memperbaiki hati.....
masih banyak yang kurang dari diri saya ini..... hmmmm...
kalo golongan,.....haduh...akeh banget kui golongan yang dikit2 include aku (dikit tapi)....setidaknya saya sadar dari dulu dan sedang memperbaikinya...hahahahahah...tapi kalo khilaf ya susah...
:D
lagi belajar ikhlas nih ..susah juga