Kamis, 23 April 2009

TERTIPU DALAM IBADAT

AHLI IBADAT YANG TERTIPU

Para ahli ibadat mengerjakan perintah Allah yang berhubungan dengan amalan peribadatan, seperti shalat, puasa, haji dan lain-lainnya. Mereka ada yang tertipu. Mereka keadaannya bermacam-macam yaitu :

Golongan Pertama :
Ada segolongan orang yang beribadat sangat dalam dan mempersukar dirinya sendiri tentang amalannya, sehingga melampaui batas dan berlebih-lebihan.
Misalnya tentang wudlu’
Mereka terkena waswas saat melakuakan wudlu, ia menyangat-nyangatkan amalannya seperti diwaktu berkumur sampai berulang kali, membersihkan kaki sampai hampir berdarah kulitnya, menggosok keras-keras kulit muka dan lain-lainnya. Mereka agaknya belum mendengar apa yang sudah ditetapkan suci menurut hukum yang ada dalam syari’at.

Golongan Kedua:
Ada pula segolongan manusia yang sangat dipengaruhi oleh kewaswasan ketika melakukan niat shalat. Sikap seperti ini tidak ditinggalkan syaithan sehingga benar-benar ia mantap dalam niatnya yang dikiranya niatnya itu yang shahih dan diterima oleh Tuhan. Padahal yang sebenarnya mereka mengubah-ubah bunyi takbir karena sangat hati-hatinya menurut perkiraannya sendiri. Jadi mereka terkena waswas takbir dipermulaan memulai shalat. Yang lebih bodoh lagi setelah takbir itu hatinya tidak pernah hadir dalam shalat yang sedang mereka lakukan. Mereka lalai dan fikirannya bercabang kesana kemari selama shalatnya. Bukankah sikap demikian itu tertipu, tetapi anehnya mereka tetap menyangka bahwa mereka akan mendapat pahala yang baik-baik disisi Tuhannya.

Golongan Ketiga
Ada pula manusia yang terkena waswas diwaktu mngeluarkan huruf-huruf dalam membaca Al Fatihah, juga dzikir-dzikir yang lainnya dari makhrajnya. Mereka senantiasa berhati-hati dalam mengucapkan tsyid-tasyidnya serta perbedaan-perbedaan bunyi antara dlad dan zha’, serta memperbagus semua makhrajnya huruf tadi selama shalatnya. Rupanya tidak ada yang diperhatikan selain itu, sedangkan yang lebih utama dilalaikan. Hatinya sama sekali tidak mengingat-ingat apa maknanya bacaan yang sedang dibaca dan apa artinya ayat-ayat Al Qur’an yang sedang dibunyikan , jiwanya tidak memperoleh kemanfaatan dari nasihat-nasihat dan petunjuk-petunjuk yang ada didalam bacaan itu ataupun memperhatikan sedikit saja tentang rahasia-rahasianya. Inilah golongan tertipu terburuk sekali !!!
Mari kita perhatikan baik-baik. Apakah Allah Ta’ala memaksa pada makhluknya itu diwaktu membaca Al Qur’an supaya betul-betul mentahkikkan makhraj-makhraj huruf itu …??? Ataukah Tuhan menghendaki supaya Al Qur’an itu dibaca saja menurut biasanya orang membaca yang sewajarnya diwaktu bercakap-cakap misalnya. Pasti jika akal kita sehat dan fikiran kita jernih akan mengatakan sebagaimana biasanya saja.
Memang itulah yang benar. Mari kita umpamakan jika orang lebih mengutamakan bunyi dari pada isi dalam Al Qur’an.
Seorang Raja mengutus seseorang untuk menyampaikan sepucuk surat kepada raja lain. Dalam majlis kerajaan itu ia disuruh membacanya, sesuai kewajaran orang yang sedang membaca. Coba perhatikan ,bagaimanakah jika orang yang disuruh membaca ini lebih mementingkan bunyi hurufnya satu persatu, lebih mengutamakan makhrajnya, kdang-kadang diulang-ulangi sebab merasa bacaannya belum benar sekali bahkan berkali-kali. Apakah dilakukan oleh utusan itu dibenarkan…??? Padahal yang terpenting bukan itu , yaitu maksud dari surat yang dikirimkan itu. Bahkan tidak dijaga kehormatan didalam majelis yang sedang dihadapi. Malahan yang nampak mulutnya yang membesar, bibirnya yang menari-nari, semata-mata untuk membenarkan hurufnya. Bukankah orang yang semacam ini sepatutnya diberi tindakan pengajaran yang sesuai dengan ketololannya…??? Dan ia harus diberi gelar orang yang kehilangan akal / sinting…???
Disitulah letak tertipu oleh bacaannya sendiri !!!

Golongan Keempat
Ada lagi segolongan manusia yang tertipu oleh bacaan Al Qur’an , mereka membaca dengan cepat sampai batas yang tidak tertib lagi, bagai orang yang sedang ngomel karena marah. Ada juga yang dikhatamkan sekali dalam sehari semalam. Lisannya meluncur kesana kemari dan hatinya berkelana bolak-balik karena dibawa oleh angan-angannya yang kosong, fikirannya tidak karuan. Ia tidak memikirkan maknanya. Orang semacam itu tertipu berupa bacaan kitab suci tadi. Ia mengira bahwa maksud diturunkannya Al Qur’an itu adalah untuk dibunyikan seperti orang mengomel malahan tujuan yang tersirat di Al Qur’an dilalaikannya sama sekali.

Golongan Kelima
Kadang-kadang ia berpuasa setahun penuh atau pada hari-hari yang mulia, tetapi sayangnya mereka tidak dapat menjaga lisannya dari berbuat ghibah, ria’ dan tidak diperiksa apa-apa yang dimasukkan perutnya saat berbuka. Lisannya dibiarkan berbicara yang tidak bermanfaat dan berlebih-lebihan sekali sepanjang siang harinya. Namun demikian mereka mengira bahwa dirinya pasti baik-baik saja nanti , tidak mungkin mendapat siksa dan lain-lain. Yang dipentingkan hanyalah ibadah sunah, tetapi tidak dapat meletakkan menurut tempatnya yang wajar menurut haknya.
Bukankah sikap seperti ini sikap tertipu yang sudah memuncak sekali yang timbul dari peribadatan…?

Golongan Keenam
Orang ini melakukan ibadah haji. Sayang sekali mereka tidak lebih dulu membersihkan hartanya dari keharaman-keharaman. Hartanya didapatkan dari penipuan, penganiayaan, pengelabuhan, korupsi, pencolengan, riba’ dan harta itu dibawanya sebagai bekal untuk pergi hajji. Naudzubilahimindzalik !!!
Begitulah sampai di Baitullah dengan hati yang penuh berlumuran akhlak yang hina dan tercela, sebab memang hatinya tidak disucikan. Yang aneh sekali orang itu mengira dengan amalan hajinya yang belum tentu diterima oleh Allah akan mendapat kerahmatan yang besar dari Allah. Naudzubilahimindzalik.!!!
Orang ini tertipu pada ibadat hajjinya.

Golongan Ketujuh
Sementara itu ada orang yang bermukim di Makkah dan Madinah. Perasaan mereka yang aneh-aneh timbul yaitu, mereka menyangka bahwa dengan bermukim diMekkah dan Madinah akan lebih dekat dengan Allah Ta’ala, lalu mudah memperoleh kerahmatan dan pengampunan Allah. Padahal hatinya tidak dijaga dan dibersihakan dari penyakit-penyakitnya. Tak luput pula anggota lahirnya enggan meninggalkan kemaksiatan.. Orang ini tertipu ,sebab menganggap bahwa mentang-mentang di Makkah atau Madinah lalu dekat pada Tuhan , sekalipun tanpa amalan apapun

Golongan Kedelapan
Ada juga orang yang tertipu oleh kezuhudannya. Orang ini tidak memperhatikan lagi soal soal keuangan, harta ditolaknya mentah-mentah, puas dengan pakaian yang bermutu rendah serta makanan yang seadanya saja. Tempat tinggalnyapun dirasakan cukup di masjid atau madrasah. Mereka mengira bahwa dengan berkelakuan seperti itu sudah dapat mencapai tingkat kaum zahid yaitu golongan orang yang menyingkirkan keduniaan dan lebih mementingkan keakhiratan. Namun begitu, dalam hatinya ada perasaan ingin menjadi pemimpin atau kepala, Naudzubilahimindzalik!!!
Insafilah baik-baik , bahwa seseorang yang mencintai kepemimpinan itu dapat menyebabkan dirinya menjadi munafik, pendengki, suka sombong, tukang ria’ dan tidak jarang yang memendam sifat-sifat yang buruk dan tercela. Naudzubilahimindzalik!!!
Diantara orang-orang ini ada pula yang suka menyendiri, mengasingkan diri dari orang banyak, tetapi walaupun demikian mereka tetap tertipu oleh amalannya.

Golongan Kesembilan
Golongan ini tertipu pada amalan lahir, yakni yang dikerjakan oleh anggauta badan, memperbanyak yang sunah disamping yang wajib, baik berupa shalat, puasa dan lain-lain. Sementara keadaan hatinya tidak diperhatikan, tidak dijaga, tidak diteliti dan tidak disucikan dari segala penyakit bathiniah seperti ria’, takabur, ujub dan sifat perusah lainnya. Orang tersebut menganggap dirinya akan mendapat pengampunan dari Allah Ta’ala dengan melakukan amalan lahir tersebut, mereka mengira bahwa ia tidak dituntut dan tidak pula dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat besok pada perihal hatinya.
Orang tersebut benar-benar tertipu oleh amalan lahiriyahnya. Orang ini tidak sunyi dari perbuatan keburukan akhlak yang dihadapkan kepada orang banyak. Cara bergaulnya amat kasar sekali, bathinya penuh rasa ria dan gemar pujian. Kiranya orang menggelarinya sebagai orang suci, ia beranggapan bahwa dirinya sudah benar-benar diridlai oleh Allah Ta’ala, padahal ia tidak mengerti bahwa yang sedemikian itu hanyalah karena orang – orang belum banyak mengetahui apa yang sebenarnya ada didalam bathinya. Orang – orang belum mengerti bahwa bathinya itu penuh kotoran dan najis. Naudzubilahimindzalik!!!

Golongan Kesepuluh

Golongan ini tertipu karena nmereka loba sekali dalam melakukan shalat-shalat sunnat, tetapi tidak banyak memperhatikannya yang wajib. Mereka suka seklai melakukan shalat Dluha, shalat malam dan sunah – sunah tersebut hamper tidak pernah ditinggalkan. Namun demikian dalam melaksanakan shalat wajib seolah-olah tidak merasa akan adanya kelezatan sama sekali, tidak berusaha untuk menyegarkan amalan yang berupa shalat fardlu dipermulaan waktunya.
Orang ini lupa akan sabda Rasulullah s.aw yang berbunyi :
Tidaklah orang- orng yang ingin mendekatkan dirinya padaku itu dapat mendekat, lebih dari pada jikalau ia melakukan apa-apa yang telah Aku wajibkan pada mereka itu”
Diriwayatkan oleh Bukhari
Jadi untuk mendekatkan pada Allah Ta’ala jalankan dulu yang wajib dengan sempurna dan cara yang terbaik. Jika masih mempunyai kemampuan baru menjalankan yang sunah. Jangan dibalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar